Bengkulu  – Hutan kerap disebut sebagai paru-paru dunia karena menjadi pemasok oksigen bagi manusia dan makhluk bernapas lainnya. Maka dampak yang ditimbulkan dari kejahatan kehutanan tidak hanya merugikan masyarakat dan negara tapi juga menciptakan kerusakan lingkungan hidup secara global.

Data yang dirilis Global Forest Watch pada 2020 mencatat kehilangan hutan primer Indonesia mencapai 270 ribu hektare, yang membuat Indonesia masuk dalam 10 besar negara di dunia dengan laju deforestasi tinggi.

Pulau Sumatera menurut catatan Forest Watch Indonesia (FWI) menempati posisi kedua dengan laju kerusakan hutan terbesar setelah Kalimantan. Kondisi ini menunjukkan upaya penegakan hukum bidang kejahatan kehutanan masih patut menjadi perhatian pemerintah.

Luas hutan Provinsi Bengkulu yang mencapai 924 ribu hektare juga turut mengalami degradasi akibat pembalakan liar dan perambahan hutan skala besar.

Di hamparan Bentang Seblat seluas 320 ribu hektare yang merupakan salah satu bentang hutan terluas di Bengkulu, kerusakan hutannya mencapai 49 ribu hektare.

Konsorsium Bentang Seblat Bengkulu menemukan dalam kurun 2020 hingga 2022 saja seluas 6.384 hektare hutan telah dibabat dan sebagian siap ditanami sawit.

“Kami menemukan pola penghancuran hutan secara terstruktur dan masif yang justru melibatkan oknum penegak hukum, petugas kehutanan, perangkat desa, hingga politisi lokal,” kata Penanggung Jawab Konsorsium Bentang Seblat Ali Akbar.

Pembukaan hutan dalam skala luas, menurut dia, tidak mudah dilakukan tanpa back up dari pihak-pihak terkait.

Selama 2 tahun terakhir, konsorsium menurunkan tim patroli kolaboratif yang memantau hutan Bentang Seblat yang merupakan habitat gajah sumatera tersisa di Provinsi Bengkulu.

Hasil temuan tim patroli dalam setahun terakhir terdapat 34 titik pembukaan hutan yang sebelum dijadikan kebun sawit telah ditebangi pohon-pohonnya dan dijual.

Pendalaman informasi yang dilakukan di lapangan juga menemukan sejumlah oknum perangkat desa memperjualbelikan kawasan hutan yang sudah ditebangi pohonnya tersebut.

Terbaru, konsorsium menemukan pembukaan baru kawasan hutan seluas 600 hektare yang diduga melibatkan oknum politisi di Kabupaten Mukomuko.

“Kami sudah melaporkan praktik kejahatan kehutanan ini ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahkan sudah menyebutkan inisial pelaku dan barang bukti yang ditemukan di lapangan,” ucap Ali.

Upaya penegakan hukum

Kawasan Bentang Seblat meliputi HPT Air Ipuh I, Air Ipuh II, Lebong Kandis, Hutan Produksi Tetap (HP) Air Teramang, dan Air Rami merupakan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Kerusakan hutan ini juga mengancam kelestarian gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di wilayah ini karena habitatnya terfragmentasi atau terpisah-pisah.

Informasi dari tim patroli kolaboratif yang melibatkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Balai Besar TNKS yang rutin menyampaikan hasil temuan di lapangan menjadi titik masuk aparat penegak hukum mengambil tindakan.

Kondisi ini mengakibatkan konflik manusia dengan gajah semakin sering terjadi karenap habitatnya telah beralih fungsi akibat pembalakan liar.

Patroli aparat Kepolisian Resor Mukomuko bersama Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Mukomuko di HPT Air Ipuh I menemukan tumpukan kayu balok sebanyak 45 meter kubik hasil penebangan liar dan menangkap seorang tersangka SA.

Polisi juga menyita barang bukti lain yakni tiga sepeda motor yang digunakan sebagai pengangkut kayu, sembilan lembar sampel kayu papan jenis meranti, delapan potong sampel kayu balok jenis meranti, lima jeriken ukuran 35 liter tempat minyak, satu unit gergaji mesin, alat alat masak, dan bahan makanan.

Seorang tersangka tersebut diduga bertindak sebagai pemotong kayu yang berasal dari kawasan hutan.

Kepala Kepolisian Resor Mukomuko AKBP Nuswanto mengatakan tersangka dijerat dengan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Terkait dengan pemodal pembalakan liar tersebut, aparat masih melakukan pendalaman dengan cara memeriksa saksi-saksi dan hasil pemeriksaan dari tersangka.

Polisi juga masih memburu pelaku lain yang diduga terlibat sebab saat operasi penangkapan ada tiga hingga empat orang diduga melarikan diri karena lokasi penebangan kayu cukup berjauhan.

Berselang sepekan, tim patroli pengamanan hutan gabungan dari KPHP Mukomuko, Polres Mukomuko, serta Kodim 0428/Mukomuko menemukan satu unit alat berat jenis buldozer dan kayu olahan berbagai ukuran sebanyak 5,1 kubik di HPT Air Ipuh I. Sayangnya tim tidak menemukan pemilik atau operator alat berat begitu juga pemilik kayu saat operasi lapangan tersebut.

Kasat Reskrim Kepolisian Resor Mukomuko Iptu Susilo mengatakan telah memeriksa empat saksi terkait penemuan kayu ilegal dan alat berat tersebut.

Ada empat orang yang telah diperiksa tapi belum ada yang tahu pemilik kayu dan alat berat di HPT Air Ipuh I.

Alat berat yang ditemukan oleh tim gabungan di dalam kawasan hutan tersebut diduga dipakai pelaku perambahan hutan untuk membuka akses jalan dari luar menuju ke dalam kawasan hutan. Pihaknya akan terus melakukan penyelidikan untuk mengetahui pemilik alat berat termasuk kayu ilegal itu.

Terkait penindakan kejahatan kehutanan dari aparat kepolisian, konsorsium mengharapkan kepolisian menyasar pemodal aksi kejahatan tersebut.

Pihaknya mendapat informasi yang cukup valid perihal adanya back up dari oknum anggota DPRD Mukomuko bahkan dari oknum anggota KPHP sehingga polisi jangan hanya berhenti di tukang potong kayu.

Kerja kolaboratif

Kepala Bidang Perencanaan, Pemanfaatan Hutan dan Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Syamsul Hidayat mengatakan pengamanan hutan di wilayah Provinsi Bengkulu harus dilaksanakan dengan prinsip kolaboratif.

Pengamanan tersebut tidak hanya dilakukan penegak hukum tapi juga pemilik Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) yang memiliki wilayah di area kerja di Bentang Seblat yakni PT Bentara Arga Timber (BAT) dan PT Anugrah Pratama Inspirasi (API).

“Ada dua perusahaan pemilik izin pengeloalan kayu di wilayah itu yang kami anggap kurang optimal mengamankan wilayah kerjanya,” kata Syamsul.

Dicontohkan, di dalam area konsesi PT API seluas 41.899 hektare yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), saat ini marak terjadi perambahan dan ditanami sawit.

Demikian juga dalam area konsesi PT BAT seluas 17 ribu hektare, sesuai izin dari KLHK saat ini juga marak perambahan liar oleh masyarakat.

Pihaknya sudah pernah meminta kementerian mengevaluasi izin kedua perusahaan ini karena mereka lalai dalam mengamankan kawasan hutan yang masuk dalam area konsesi.

Kepala KPHP Mukomuko Aprin Sihaloho mengatakan pemberantasan kejahatan kehutanan di wilayah kerja KPHP Mukomuko seluas 78.274 hektare dilakukan dengan cara kolaborasi seperti yang saat ini dilakukan bersama kepolisian dan TNI.

Pihaknya juga membutuhkan dukungan masyarakat karena kalau hanya mengandalkan polisi kehutanan tidak akan optimal.

Selain keterbatasan dari sisi anggaran, tim KPHP juga minim dari sisi jumlah personel polisi hutan (Polhut).

Patroli yang telah dilakukan pada tahun ini merupakan kolaborasi dengan Konsorsium Bentang Seblat, kepolisian, Sipef, dan TNI.

Lebih rinci Aprin menjelaskan dalam tahun ini patroli mandiri dari KPHP berlangsung tiga kali, patroli gabungan bersama PT Sipef sebanyak dua kali dan patroli bersama PT Bentara Arga Timber (BAT) sebanyak dua kali.

Pemberantasan kejahatan bidang kehutanan membutuhkan sumber daya yang cukup besar sehingga perlu didukung oleh banyak pihak.

Sebab, melestarikan hutan sebagai penghasil oksigen, penyerap karbon, penjaga stabilitas air tanah, penyangga stabilitas debit air sungai, penyedia air bagi lahan pertanian, serta menjadi bentang penahan bencana banjir dan kekeringan sama artinya dengan menyelamatkan kehidupan. (Ant)