Kasus Pengadaan Pesawat di Garuda Indonesia, KPK Dalami Peran Hadinoto Soedigno

Jakarta, manuver.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia 2007-2012 Hadinoto Soedigno (HS) dalam pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia.

Hadinoto hari ini menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia.

“Penyidik terus mendalami terkait peran dominan yang bersangkutan dalam pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk,” ujar Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Senin.

Ali mengatakan, dalam pemeriksaan terhadap Hadinoto tersebut, penyidik KPK juga mendalami dugaan penerimaan sejumlah uang dan penggunaannya dari pelaksanaan proyek tersebut.

Untuk diketahui sejak Agustus 2019, KPK melakukan penyidikan dengan menetapkan tiga orang tersangka.

Pertama, dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia dan TPPU, KPK menetapkan mantan Dirut Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) dan Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo sebagai tersangka.

Keduanya telah divonis bersalah Majelis Hakim Tipikor dan perkaranya masih dalam proses upaya hukum kasasi.

Kedua, dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia, KPK juga menetapkan Hadinoto sebagai tersangka dan pada 20 November 2020, KPK meningkatkan status perkara ke penyidikan dengan menetapkan Hadinoto sebagai tersangka TPPU.

Dalam proses penyidikan, KPK menemukan adanya perbuatan tersangka Hadinoto menempatkan, mentransfer, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atas uang suap yang sebelumnya telah diterima oleh yang bersangkutan yang diduga uang tersebut ditarik tunai dan dikirimkan ke rekening-rekening lainnya antara lain anak dan istrinya serta termasuk rekening investasi di Singapura.

Perbuatan tersangka Hadinoto tersebut diduga dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang suap tersebut guna menghindari pengawasan dari otoritas berwenang baik yang ada di Indonesia maupun di Singapura.

Tersangka Hadinoto diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan diduga melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (Ant)