Jakarta – Menjalankan unit usaha industri pangan umumnya memiliki berbagai tantangan dan rintangan yang tidak mudah. Misalnya batasan dan standardisasi yang diterapkan oleh pasar, mendorong para pelaku industri pangan dapat terus melakukan aktualisasi serta peningkatan kapasitas maupun kualitas.
Tidak terkecuali bagi para pelaku industri pangan yang masih berskala industri kecil dan menengah (IKM). Peran pemerintah dalam membina dan mendampingi para pelaku IKM pangan menjadi sangat vital dalam rangka mendorong peningkatan daya saing serta kemampuannya dalam menjalankan unit usaha secara berkelanjutan.
Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) telah membina banyak pelaku IKM pangan dan sukses membawanya menguasai pasar lokal hingga menembus pasar internasional. Salah satunya adalah IKM Rumah Tempe Azaki yang baru saja meresmikan tempat rumah produksinya yang kedua pada tanggal 26 September 2023 di Kota Bogor, Jawa Barat. Acara tersebut selain dihadiri oleh Direktur Jenderal IKMA Kemenperin, juga dihadiri oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Republik Indonesia, Sung Y. Kim, perwakilan dari Pemerintah Kota Bogor, Kementerian Pertanian, serta stakeholder terkait lainnya.
IKM Rumah Tempe Azaki merupakan salah satu IKM binaan Ditjen IKMA yang telah menerapkan berbagai standar keamanan pangan seperti HACCP, SNI, BPOM, dan Halal. IKM Rumah Tempe Azaki juga telah melakukan ekspor ke berbagai negara seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Amerika Serikat dengan volume ekspor tempe beku mencapai rata-rata 44 ton per bulan pada tahun 2023.
Direktur Jenderal IKMA Kemenperin, Reni Yanita mengungkapkan bahwa industri pengolahan kedelai menjadi produk tempe memiliki pangsa pasar yang harus dimaksimalkan oleh pelaku IKM karena termasuk jenis makanan yang dapat diterima oleh hampir semua kalangan masyarakat. “Berdasarkan data BPS, pada tahun 2022 rata-rata konsumsi tahu per kapita per tahun adalah sebesar 7,7 kg, sedangkan rata-rata konsumsi tempe per kapita per tahun adalah sebesar 7,3 kg. Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia gemar mengkonsumsi tahu tempe dikarenakan harga yang terjangkau serta kandungan gizi yang menyehatkan,” ungkapnya di Jakarta, Rabu (27/9).
Apabila melihat bahan baku tempe yang berbahan dasar kacang kedelai, Reni menyampaikan, kacang kedelai yang diolah menjadi produk tahu dan tempe mencapai 90 persen. Adapun sisanya diolah menjadi produk olahan pangan lainnya seperti kecap, tauco dan lainnya. Sehingga dapat menjadi gambaran besarnya nilai ekonomi dari para industri produsen tahu dan tempe.
“Hal ini juga dikarenakan cara pengolahan yang mudah, mesin dan peralatan yang sederhana sehingga tahu tempe banyak diproduksi di seluruh pelosok tanah air, namun tetap dominan berada di Pulau Jawa, terbanyak di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur, dan sebagian besar pelaku merupakan skala kecil,” terang Reni.
Di sisi lain, produsen tahu tempe juga harus meningkatkan kualitas tahu tempe yang dihasilkannya, termasuk juga memperhatikan kebersihan dan higienitas dalam proses produksi agar mampu memenuhi standar internasional dan dapat diterima masyarakat dunia.
Meskipun demikian, Reni mengatakan, dalam proses pengembangan IKM tahu dan tempe terdapat beberapa tantangan seperti ketersediaan bahan baku yang fluktuatif, adopsi teknologi yang masih rendah dalam proses produksi, kurangnya penerapan standardisasi dan sistem keamanan pangan, serta adanya potensi pencemaran lingkungan dari limbah industri.
“Namun, mengingat tahu tempe merupakan makanan yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat Indonesia, Kemenperin melalui Ditjen IKMA terus melakukan upaya untuk meningkatkan dan mendukung produksi tahu tempe yang lebih efisien dan lebih higienis dengan meningkatkan kapasitas pelaku IKM tahu tempe melalui pentingnya menjaga mutu, hygienitas proses produksi dan diversifikasi produk, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan,” paparnya.
Reni juga menambahkan bahwa bentuk pembinaan yang dilakukan Kemenperin dalam membina IKM tahu tempe di antaranya melalui Pembangunan dan Revitalisasi Sentra IKM melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk sentra tahu tempe melalui revitalisasi tempat produksi, permesinan dan peralatan, hingga pembangunan sarana IPAL.
“Selain itu kami juga mendorong penerapan industri hijau melalui kegiatan pendampingan produksi bersih dan pengolahan limbah, penerapan program restrukturisasi mesin peralatan, peningkatan sistem keamanan pangan dan akselerasi bisnis melalui program IFI,” jelasnya.
Direktur IKM Pangan, Furnitur dan Bahan Bangungan, Yedi Sabaryadi turut menyampaikan bahwa Ditjen IKMA telah melakukan berbagai pembinaan bagi IKM Rumah Tempe Azaki.“Tempe Azaki adalah salah satu IKM binaan Ditjen IKMA yang telah difasilitasi beberapa program, diantaranya bimbingan, pendampingan, dan sertifikasi HACCP dan fasilitasi Business Forum dan One on One Meeting Dubai Expo 2020 serta fasilitasi booth pada pameran Food Hotel Indonesia 2023untuk dapat memperluas pemasaran lokal maupun global,” terang Yedi. (Red)