Jakarta – Ombudsman RI menerbitkan rekomendasi kepada Sekretaris Jenderal selaku Atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk melaksanakan pemberian informasi dokumen hak guna usaha sebagaimana putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap.

Adapun rekomendasi ditanda tangani tanggal 30 Desember 2022 dan telah disampaikan secara tertulis melalui surat Ketua Ombudsman RI tertanggal 9 Januari 2023.

“Rekomendasi ini sebagai upaya terakhir dari Ombudsman agar memperoleh respons yang positif dari pihak terlapor, sehingga kami harapkan pihak ATR/BPN memberikan respons yang positif terhadap upaya penyelesaian laporan masyarakat,” kata Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih saat konferensi pers, di Jakarta, Jumat.

Dokumen hak guna usaha (HGU) yang dimohonkan oleh Forest Watch Indonesia (FWI) selaku pelapor yakni dokumen HGU perkebunan kelapa sawit di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara, yang dibutuhkan pelapor untuk studi perkembangan kelapa sawit di Pulau Kalimantan.

Najih mengatakan pada akhirnya Ombudsman RI harus menerbitkan rekomendasi setelah melakukan proses tahapan upaya pemeriksaan dan proses penyelesaian melalui mekanisme resolusi dan monitoring. Ditemukan adanya malaadministrasi oleh PPID Kementerian ATR/BPN dalam bentuk penundaan informasi berupa HGU meski telah terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Ia menjelaskan sebelumnya persoalan tersebut telah melalui serangkaian pengujian kelayakan pemberian informasi, yaitu melalui putusan Komisi Informasi Pusat Nomor 057/XII/PS-M-A/2015 tanggal 22 Juli 2016.

Kemudian diperkuat dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 02/G/KI/2016.PTUN-JKT tanggal 14 Desember 2016 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 122/K/TUN/2017 tanggal 6 Maret 2017 jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 61 PK/TUN/KI/2020 tanggal 26 Maret 2020.

“Rekomendasi Ombudsman itu merupakan produk hukum Ombudsman setelah berbagai upaya dari pemeriksaan Ombudsman, kemudian tindakan korektif yang disampaikan oleh LAHP (Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan) dan melalui proses monitoring dan resolusi yang kemudian sampai pada tahap akhir yaitu rekomendasi,” ujarnya lagi.

Najih mengatakan Ombudsman RI akan terus melakukan monitoring dan memberikan waktu paling lambat 60 hari bagi Kementerian ATR/BPN untuk melaksanakan rekomendasi tersebut, sebagaimana Pasal 38 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008.

“Kalau 60 hari nanti belum ada pelaksanaan yang nyata kami akan ada tindakan lanjut, jadi kami sampaikan ke Presiden,” katanya pula.

Gunawan Muhammad, Staf Ahli Kementerian ATR/BPN Bidang Reformasi Birokrasi selaku Plh Sekjen Kementerian ATR/BPN mengatakan pihaknya bersama pemangku kepentingan terkait lainnya akan melakukan pembahasan pada awal Februari mendatang guna menindaklanjuti rekomendasi yang diterbitkan Ombudsman RI tersebut.

“Minggu depan rencananya akan membahas rekomendasi yang tadi disampaikan,” kata Gunawan.

Selain itu, Gunawan menyebut bahwa Kementerian ATR/BPN saat ini juga tengah merampungkan standar operasional prosedur (SOP) terkait dengan pemberian informasi publik menyangkut data pertanahan. Ia menyebut SOP tersebut dibutuhkan karena data pertanahan merupakan isu yang sensitif dan rumit.

“Beberapa hal ini memang agak complicated dan sensitif sehingga kita memang perlu SOP terkait dengan pemberian informasi untuk data pertanahan ini, yang mudah-mudahan dalam waktu dekat ini sudah bisa kita rapatkan,” katanya pula.

Adapun Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI) Agung Ady Setiawan merespons positif dan mengapresiasi penerbitan rekomendasi oleh Ombudsman RI tersebut.

Ia mengatakan rekomendasi tersebut sebagai sesuatu yang sangat dinantikan lantaran upaya memperoleh informasi soal HGU dari Kementerian ATR/BPN sudah diperjuangkan pihaknya selama tujuh tahun melalui berbagai proses.

“Jadi memang adanya hasil rekomendasi dari Ombudsman RI ini merupakan sesuatu yang bisa kita banggakan karena memang hasil beberapa poin yang tadi disebutkan memang itu sejalan dengan hasil-hasil putusan yang memang sudah dikaji dan diteliti,” ujarnya lagi.

Selain untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan berkelanjutan, ia berharap dengan adanya keterbukaan informasi soal HGU, maka dapat menjadi solusi dari banyaknya permasalahan yang tumpang-tindih di sektor hutan dan lahan, serta menimbulkan konflik sosial di masyarakat. (Ant)