Eks-Pejabat Bandung Didakwa Rugikan Negara Rp69 miliar, Korupsi RTH,

Bandung – Tiga orang bekas pejabat Kota Bandung didakwa oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merugikan negara sebesar Rp69,6 miliar dari korupsi anggaran ruang terbuka hijau (RTH).

Tiga orang terdakwa tersebut yakni mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung, Herry Nurhayat, serta dua anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014, Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet.

“Yaitu merugikan keuangan negara atau setidak-tidaknya merugikan keuangan Pemerintah Kota Bandung sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Auditorat Utama Investigasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor : 47/LHP/XXI/10/2019 Tanggal 14 Oktober 2019 yaitu sejumlah Rp69.631.803.934,71,” kata Jaksa KPK, Chaerudin, Budi Nugraha di Pengadilan Negeri Bandung, Senin.

Jaksa mendakwa, korupsi dari pengadaan lahan RTH di Kecamatan Mandalajati dan Kecamatan Cibiru, Kota Bandung itu memperkaya diri para terdakwa.

Rinciannya, Jaksa menyebutkan Herry memperkaya diri dengan korupsi sebesar Rp8,85 miliar, kemudian Tomtom memperkaya diri sebesar Rp7,1 miliar, sedangkan Kadar memperkaya diri sebesar Rp4,75 miliar.

Selain memperkaya diri sendiri, jaksa KPK mendakwa perbuatan korupsi ketiga orang tersebut dari pengadaan lahan RTH itu juga memperkaya pihak lainnya.

“Yakni memperkaya Edi Siswadi eks-Sekda Kota Bandung Rp10‎ miliar, Lia Noer Hambali Rp175 juta, Riantono Rp175 juta, Joni Hidayat Rp35 juta, Dedi Setiadi Rp100 juta, grup Engkus Kusnadi Rp250 juta, Hadad Iskandar Rp1,26 miliar, Maryadi Saputra Wijaya Rp2,2 miliar dan Dadang Suganda Rp19,1 miliar,” papar jaksa.

Sejumlah nama penerima aliran uang tersebut ada yang sudah dijerat hukum, ada juga yang belum terjerat hukum. Kecuali Dadang Suganda yang telah ditetapkan sebagai tersangka, namun belum berlanjut ke proses persidangan.

Para terdakwa tersebut, oleh Jaksa KPk didakwa dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana

Sebelumnya pada 20 April 2018, KPK telah menetapkan Herry dan Tomtom dan Kadar sebagai tersangka. Kemudian dalam pengembangan kasus tersebut, KPK kembali menetapkan tersangka baru, yakni Dadang Suganda (DS), wiraswasta pada 21 November 2019.

Herry selaku kepala DPKAD Kota Bandung sekaligus pengguna anggaran bersama-sama Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet selaku anggota DPRD Kota Bandung yang diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan dan sarana sehingga menyebabkan kerugian negara RTH pada 2012 dan 2013.

Awalnya, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung menetapkan perlu ada kawasan lindung berupa RTH untuk menghadapi ancaman masalah ketersediaan air dan penurunan kualitas air tanah Kota Bandung.

Untuk merealisasikan anggaran tersebut, APBD kota Bandung tahun anggaran 2012 dilakukan pembahasan antara Herry bersama Tomtom dan Kadar selaku ketua pelaksanaan harian badan anggaran (banggar) dan anggota banggar.

Sesuai APBD kota Bandung 2012 disahkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Bandung No. 22 tahun 2012 dengan alokasi anggaran untuk RTH adalah sebesar Rp123,9 miliar yang terdiri atas belanja modal tanah dan belanja penunjang untuk enam RTH.

Dua RTH di antaranya adalah RTH Mandalajati dengan anggaran sebesar Rp33,455 miliar dan RTH Cibiru dengan anggaran sekitar Rp80,7 miliar.

Diduga Tomtom dan Kadar menyalahgunakan kewenangan sebagai tim banggar DPRD Kota Bandung dengan meminta penambahan alokasi anggaran RTH itu. Selain itu, keduanya diduga berperan sebagai makelar dalam pembebasan lahan.

Sedangkan Herry diduga menyalahgunakan kewenangan sebagai Pengguna Anggaran (PA) dengan membantu proses pencairan pembayaran tanah untuk RTH, padahal diketahui dokumen pembayaran tidak sesuai kondisi sebenarnya bahwa transaksi jual beli tanah bukan kepada pemilik tanah asli melainkan melalui makelar yaitu Kadar dan kawan-kawan.(Ant)