Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan penangkapan Bupati Kutai Timur Ismunandar (ISM) dan istrinya yang juga Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria (EU) membongkar relasi korupsi dan nepotisme.
“Penangkapan tersangka korupsi di Kutai Timur membongkar relasi korupsi dan nepotisme. Para pejabat yang menduduki jabatan membuktikan bahwa pengaruh kuat nepotisme terhadap korupsi,” ucap Firli dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan bahwa sangat terang benderang betapa lancarnya korupsi di Kutai Timur, dan contoh nyata nepotisme telah menyebabkan korupsi yang merugikan keuangan negara.
“Proyek disusun pemkab disetujui Ketua DPRD (istri bupati) dicarikan rekanan (tim sukses untuk Pilkada Bupati), proyek dikerjakan Dinas PU dan Dinas Pendidikan, bupati menjamin tidak ada relokasi anggaran di Dinas Pendidikan dan Dinas PU karena COVID-19, dan fee proyek ditampung oleh Kepala BPKAD dan Kepala Bapenda,” ungkap Firli.
Pada Jumat (3/7), KPK telah menetapkan Ismunandar dan istrinya sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan pemerintah kabupaten Kutai Timur 2019-2020.
Selainm itu, KPK juga menetapkan Kepala Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa (MUS), Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah (SUR), dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Aswandini (ASW) sebagai tersangka penerima suap.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi KPK menetapkan Aditya Maharani (AM) selaku rekanan dan Deky Aryanto (DA) selaku rekanan.
Dalam OTT, ditemukan uang tunai sebesar Rp170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp4,8 miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 miliar.
Penerimaan sejumlah uang tersebut diduga karena Ismunandar selaku bupati menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran dan Encek selaku Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait dengan pekerjaan di pemkab setempat.
Musyaffa selaku kepercayaan Bupati juga melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Pekerjaan Umum di Kutai Timur.
Sementara itu, Suriansyah selaku Kepala BPKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan. Selanjutnya, Aswandini selaku kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang.
Dalam konstruksi perkara juga disebutkan terdapat penerimaan uang Tunjangan Hari Raya (THR) dari Aditya masing-masing Rp100 juta untuk Ismunandar, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini pada 19 Mei 2020 serta transfer ke rekening bank atas nama Aini senilai Rp125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar pada Pilkada 2020. (Ant)