Saat Isolasi Mandiri, Tiga Penderita COVID-19 di Kotim Meninggal

Sampit – Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah menyatakan sudah ada tiga orang penderita COVID-19 di daerah ini meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri di rumah.

“Mereka yang meninggal itu terdata pasien yang melakukan isolasi mandiri dan hasil pemeriksaan mereka memang positif terpapar COVID-19. Ada tiga orang. Ketiga-tiganya di Kecamatan Baamang,” kata Koordinator Penyediaan Logistik Rumah Isolasi Mandiri Terpadu Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Yephi Hartady di Sampit, Jumat.

Ketiga pasien yang meninggal dunia tersebut berusia di atas 50 tahun. Meski meninggal di rumah sendiri namun karena statusnya sebagai penderita COVID-19, maka penanganan jenazah dilakukan sesuai dengan prosedur penanganan COVID-19.

Menurut Yephi, diperlukan keterbukaan dan proaktif warga saat menjalani isolasi mandiri. Pasien isolasi mandiri maupun pihak keluarga diharapkan proaktif berkoordinasi dengan puskesmas maupun Satuan Tugas Penanganan COVID-19 jika ada keluhan yang diderita pasien.

Banyaknya jumlah penderita COVID-19 saat ini sedangkan jumlah tenaga kesehatan di puskesmas cukup terbatas, menjadi salah satu kendala di lapangan. Untuk itu pasien maupun keluarga pasien diminta tidak hanya berharap kunjungan dari petugas kesehatan, tetapi juga berinisiatif melaporkan jika mengalami keluhan sehingga bisa cepat ditangani.

Sesuai aturan, penderita COVID-19 yang diperbolehkan menjalani isolasi mandiri hanya mereka yang tanpa gejala maupun hanya mengalami gejala ringan. Sedangkan bagi pasien yang mengalami gejala sedang dan berat, harus ditangani di rumah sakit agar bisa maksimal dan cepat sembuh.

Warga diminta tidak ngotot melakukan isolasi mandiri di rumah atau merahasiakan keluhan yang dialami jika memang mengalami keluhan sedang atau berat. Hal itu bisa berakibat fatal jika kemudian kondisi memburuk dan terlambat dibawa ke rumah sakit.

Namun fakta di lapangan, kata Yephi, ada sebagian yang memilih tidak menghubungi petugas kesehatan maupun Satuan Tugas Penanganan COVID-19 hingga kondisinya terus memburuk. Bahkan pihaknya baru mendapat informasi dari warga maupun ketua RT setelah pasien tersebut meninggal dunia.

Pernah ada kejadian yang membuat miris yaitu pihak keluarga pasien menolak saat petugas dari puskesmas ingin menjemput dan merujuk pasien ke rumah sakit padahal saat itu kondisi pasien mengalami sesak napas.

“Sekitar setengah jam kemudian pasien tersebut meninggal dunia. Tapi mau tidak mau ujung-ujungnya tetap dilakukan prosedur penanganan jenazah pasien COVID-19 juga. Orang itu hasil pemeriksaan antigennya saat itu memang sudah positif terpapar COVID-19,” jelas Yephi.

Yephi menjelaskan, alur penanganan medis penanganan COVID-19 sudah jelas. Bagi penderita tanpa gejala maupun bergejala ringan, boleh melakukan isolasi mandiri. Bahkan pemerintah daerah sudah menyediakan rumah isolasi mandiri secara gratis bagi warga tidak mampu dengan konsumsi dan pelayanan kesehatan dijamin pemerintah daerah.

Namun bagi penderita COVID-19 bergejala sedang atau berat maka maka seharusnya dirawat di rumah sakit. Jika sudah dalam kondisi berat, baru dibawa ke rumah sakit maka sangat berisiko tinggi.

“Ini yang jadi permasalahan kita karena ada sedikit stigma di masyarakat yang khawatir kalau di rumah sakit akan lebih parah dan membuat kondisi pasien lebih buruk, padahal tidak seperti itu. Di rumah sakit sudah disediakan semua fasilitas untuk penanganan orang yang bergejala sedang atau berat, sementara di rumah pasti terbatas dan tidak bisa menjamin,” jelas Yephi.

Masyarakat diminta mengikuti anjuran pemerintah karena tujuannya demi keselamatan pasien dan kebaikan semua. Pemerintah berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan dan membantu masyarakat di tengah pandemi COVID-19 ini. (Ant)