Udang galah adalah udang air tawar yang berpeluang besar di budidayakan mengingat perawatannya yang mudah di banding dengan Jenis udang yang lain, Bahkan ia dapat di pelihara di sawah tanpa harus menggunakan kincir dan peralatan rumit lainnya, selain itu udang ini memiliki bobot dan ukuran yang lebih besar dari udang sejenis baik dari spesies air tawar maupun air payau dan air asin.Peternak mendambakan udang galah yang tumbuh cepat. Sebab, konsumen menginginkan ukuran yang besar saat panen. Harga udang galah saat ini mencapai Rp70.000 per kilogram dengan ukuran 20—30 gram per ekor.
Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) Sukamandi, Subang, Jawa Barat, meneliti pemuliaan untuk merakit udang galah yang tumbuh cepat dan bebas virus MrNV. Pada 2014 BRPI Sukamandi merilis udang itu dengan nama GI Macro II. Udang galah GI Macro II memiliki beragam kelebihan. Selain pertumbuhannya 17% lebih cepat dan bebas virus MrNV, ketahanan larva terhadap penyakit vibriosis lebih baik 7%. Keunggulan lain, benih relatif tahan terhadap cekaman lingkungan. GI Macro II—akronim dari Genetic Improvement of Macrobrachium rosenbergii II—hasil perbaikan performa pertumbuhan udang galah unggulan sebelumnya, GI Macro.
Seleksi individu
Pemerintah melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/KEPMEN-KP/2014 merilis udang GI Macro II sebagai hasil dari penelitian pemuliaan seleksi individu yang dimulai dari tahun 2010. Tetuanya adalah GI Macro dan 4 strain udang galah alam yang secara geografis berasal dari tempat berbeda, yakni Barito (Kalimantan Selatan), Musi (Sumatera Selatan), Asahan (Sumatera Utara), dan Ciasem (Jawa Barat). GI Macro merupakan koleksi BRPI yang dirilis pada 2001. Sementara 4 strain geografis lainnya telah melalui proses domestikasi di BRPI Sukamandi.
Perakitan strain udang galah GI Macro II melalui beberapa tahap. Pembentukan populasi dasar (F0) sintetis sebagai tahap awal melalui kawin silang diselenggarakan pada 2010. Kemudian pembentukan populasi F1, F2, F3 dan F4 sampai 2013. Pada tahun sama dilakukan pula pemindaian terhadap individu-individu udang galah terpilih untuk mendapatkan populasi udang galah yang bebas MrNV. Tahapan terakhir, karakterisasi, dan evaluasi terhadap induk serta benih sebar yang dihasilkan. Saat pengujian, larva GI Macro II mencapai pascalarva pada hari ke-21. Pada hari ke-33 dapat dipanen dengan proporsi pascalarva lebih dari 80%.
Tingkat sintasan (survival rate, SR) mencapai 60%. Tingginya tingkat kelulusan hidup larva udang galah itu karena relatif tahan cekaman lingkungan dan serangan penyakit. Hasil uji cekaman terhadap penyakit vibriosis menunjukkan, larva GI Macro II memiliki kelangsungan hidup lebih tinggi, yakni 65%. Kelangsungan hidup strain lain sebagai pembanding tidak lebih dari 30%.
Begitu pula ketika pengujian benih udang galah GI Macro II terhadap beberapa cekaman lingkungan yang meliputi pH, suhu, salinitas, dan formalin. Kelangsungan hidup benih lebih dari 85%. Berdasarkan SNI, syarat udang galah berkualitas baik jika kelangsungan hidup pascalarva dalam pengujian lebih dari 80%. Cepatnya pertumbuhan larva menjadi pascalarva dan ketahanan terhadap cekaman lingkungan dan penyakit berdampak pada tingginya kelangsungan hidup. Imbasnya memberikan keuntungan terutama pada sektor pembenihan. Pertumbuhan larva menjadi pascalarva yang cepat menguntungkan masa pemeliharaan lebih singkat.
Pembesaran udang galah
Persyaratan umum lokasi pembesaran udang galah GI Macro II persediaan air cukup. Selain itu pergantian air kontinu minimal 20% per hari. Lokasi bukan daerah rawan banjir dan keamanan terjamin. Syarat lain, tanah tidak porus dan tidak mudah longsor dengan kedalaman air minimal 60 cm. Kualitas air yaitu pH 7-8, salinitas 0-5 gram per liter (sebaiknya air tawar), suhu 27-31oC, kecerahan air 25-45 cm, oksigen terlarut 5-7 ppm, dan kadar amonia (NH3) dalam air kurang dari 1 ppm.
Kepadatan tebar budidaya udang galah optimal 10 ekor per m2. Pertimbangannya, udang galah bersifat bentik (hidup di dasar kolam atau menempel pada substrat), teritorial dan kanibal. Jika kepadatan tebar lebih banyak, udang mudah stres dan tumbuh lebih lambat. Kecuali kolam dikelola dengan hati-hati untuk mengimbangi kepadatan tinggi. Salah satu caranya dengan penambahan shelter (naungan) berupa anyaman bambu, waring, atau pelepah kelapa yang disusun sedemikian rupa untuk menambah permukaan luasan kolam.
Udang galah memerlukan pakan mengandung 35—40% protein pada bulan pertama. Kadar protein berkurang menjadi 28—30% sejak bulan kedua sampai panen. Pengembangan udang galah GI Macro II tidak memerlukan teknologi khusus. Sebab itulah pengembangannya dapat dilakukan masyarakat luas, baik melalui teknologi tradisional, semi intensif, maupun intensif.
Salah satu opsi pengembangan udang galah melalui penebaran udang galah di sawah irigasi atau dikenal dengan ugadi (Udang Galah Bersama Padi). Sebagai bentuk integrasi, sawah dimodifikasi 20% pada sisinya sebagai tempat budidaya udang galah. Udang mampu memanfaatkan seluruh luasan sawah dengan pengaturan ketinggian air di pelataran (lahan yang ditanami padi). Batang padi dijadikan sebagai shelter sehingga padat tebar optimal. Dengan begitu petani tidak hanya memanen udang galah, tetapi juga memanen padi. Bahkan, produksi padi yang diperoleh relatif lebih banyak dibanding sistem penanaman monokultur.
Melibatkan udang galah dalam sistem persawahan memiliki sejumlah keunggulan. Kesuburan lahan meningkat karena adanya penambahan bahan organik. Ekskresi dari udang sebagai sumber pupuk mampu meningkatkan produksi beras 5—15%. Hasilnya produktivitas padi mencapai 7 ton per hektare, sedangkan tambahan udang galah 1,12 ton per hektare.