DPO Kejati Kalbar 13 Tahun Ditangkap di Bengkulu

Kota Bengkulu – Tim Tabur Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat (Kalbar) bersama Tim Kejati Bengkulu menangkap seorang buronan atau DPO Kejati Kalbar sejak 2009 atau 13 tahun atas perkara tindak pidana korupsi (tipikor) yaitu Lim Kiong Hin.

Asisten Intelijen Kejati Bengkulu Muchamad Jodhy Ismono, di Bengkulu, Senin, mengatakan bahwa terpidana Lim Kiong Hin alias Aheng ditangkap petugas saat bersembunyi di Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko.

“Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Pontianak telah menetapkan Aheng sebagai terpidana lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Setelah berstatus terpidana, Aheng sempat melakukan perlawanan hingga ke tingkat peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung, namun permohonan terdakwa ditolak,” kata Jodhy.

Setelah itu, Aheng melakukan pelarian dan penangkapan terhadap Aheng dilakukan, setelah Kejati Bengkulu menerima informasi keberadaannya di Kabupaten Mukomuko.

Menurut dia, penangkapan berawal ketika tim mendapatkan informasi dari Kejati Kalbar bahwa Aheng berada di wilayah Bengkulu.

Selanjutnya dilakukan penangkapan di wilayah Ipuh, dan saat ini terdakwa dititipkan sementara ke Rutan Kejari Bengkulu untuk diberangkatkan ke Kalbar.

Sebelumnya, Aheng merupakan Komisaris PT Sinar Kakap dan mengajukan permohonan fasilitas kredit modal kerja ke Bank BNI Cabang Pontianak melalui kredit investasi sebanyak Rp4,5 miliar dan Kredit Modal Kerja sekitar Rp500 juta.

Kemudian terdakwa menyerahkan data seperti Legalitas Usaha, Manajemen Usaha serta Daftar Rencana Investasi (Project Cost) PT Sinar Kakap.

Uang tersebut digunakan terdakwa untuk membangun pabrik pengolahan hasil laut sebesar Rp5,1 miliar, dan pembangunan pabrik es kapasitas 60 ton per hari sebesar Rp2,8 miliar.

Guna mendukung perencanaan pembangunan tersebut, terdakwa membuat, menyerahkan invoice dan kuitansi fiktif untuk membuktikan adanya pembiayaan sendiri yang dilakukan oleh PT Sinar Kakap yang nilainya telah di-mark up oleh terpidana.

Setelah permohonan awal disetujui oleh bank, terpidana mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp2 miliar, dengan jaminan kapal kargo “Bali Express” senilai Rp900 juta yang dinaikkan menjadi Rp2,4 miliar.

Pada 25 Januari 2002, terdakwa kembali mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja transaksional kepada Bank BNI Cabang Pontianak sebanyak Rp1,3 miliar, dan pada 11 April 2002 terdakwa mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja kepada Bank BNI Cabang Pontianak sebanyak Rp8 miliar.

Namun penggunaan dana pinjaman tersebut dianggap tidak tepat, karena melanggar Pedoman Kebijakan Prosedur Kredit Wholesale dan Middle Market I Bab II Sub Bab H Sub Bab 03, sehingga terdakwa telah menyalahgunakan fasilitas kredit yang diberikan oleh Bank BNI Cabang Pontianak tanpa persetujuan dari pejabat Bank BNI

Akibat perbuatan terdakwa tersebut menyebabkan Bank BNI Cabang Pontianak mengalami kerugian sebanyak Rp16 miliar lebih.

Pada persidangan di Pengadilan Negeri Pontianak, Kiong Hin atau Aheng diputus bebas pada tahun 2007. Namun pada tingkat banding, dia dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tinggi Pontianak pada 2008.

Aheng divonis penjara lima tahun dan denda Rp100 juta serta kewajiban mengganti kerugian Rp16,448 miliar. Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasinya pada 2009. Upaya Peninjauan Kembali (PK) pada 2013 juga ditolak. (Ant)