Banten, Indonesia – “Kita harus terus memupuk kebiasaan berdialog, berkomunikasi, dan berkolaborasi di antara participating parties untuk membuka jalan bagi generasi masa depan kita yang lebih baik.” demikian disampaikan Dr. Yayan G.H. Mulyana, Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) pada Lokakarya ke-32 mengenai Pengelolaan Potensi Konflik di Laut Tiongkok Selatan yang diselenggarakan BSKLN, Kemlu bekerjasama dengan Badan Informasi Geospasial dan Pusat Studi Asia Tenggara. Lokakarya didahului oleh penyelenggaraan the 18th Working Group on the Study of Tides and Sea Level Changes and its Impacts on Coastal Environment in South China Sea (24/08).

Dr. Yayan G.H. Mulyana lebih lanjut menyampaikan tiga kunci utama untuk penguatan kerja sama di antara participating parties di tengah dinamika global yang terus berubah. Pertama, memperkuat kerja sama dalam memaksimalkan pemanfaatan ilmu pengetahuan, data, teknologi, dan inovasi; Kedua, memupuk budaya dialog dan berkolaborasi untuk mencegah potensi konflik; dan ketiga, mencari cara dan upaya kolektif untuk menjadikan Lokakarya lebih strategis serta memberikan dampak nyata dalam menghadapi tantangan saat ini dan masa depan.

Seluruh rangkaian Lokakarya diselenggarakan secara hybrid yang dihadiri oleh 67 ahli, akademisi, dan praktisi dari 9 participating parties yaitu Brunei Darussalam, Laos, Tiongkok, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, China Taipei, dan Vietnam. Lokakarya bertujuan untuk membangun kerja sama yang lebih erat guna mendukung perdamaian, stabilitas, kesejahteraan, serta kemitraan yang diikuti dengan pencapaian nyata di kawasan Laut Tiongkok Selatan.

Lokakarya ke-32 mengesahkan Guidelines for Consideration and Implementation of Project Proposals sebagai panduan dalam pengusulan serta penyelenggaraan proyek di bawah kerangka Lokakarya di masa yang akan datang dan secara prinsip menyepakati Standar Operasional Prosedur Pemanfaatan Special Fund untuk pengaturan bantuan keuangan para pihak.

Lokakarya juga mencatat sejumlah usulan proyek teknis sebagai bentuk kerja sama konkret participating parties antara lain: Research on Coral Reef Resilience Against Increased Threats of Anthropogenic Activities and Climate Changes, dan Assessment of the Effects of Climate Change and Sea Level Rise on the Mangrove Ecosystem; Penelitian terkait Crown-of-thorns Starfish (COTS); serta penelitian di bawah tema penguatan ekosistem maritim di kawasan Laut Tiongkok Selatan guna mengatasi dampak perubahan iklim.

Sejak penyelenggaraan Lokakarya pertama di Bali pada tahun 1990, dialog track 1,5 ini telah menjadi forum yang sangat bermanfaat dengan mengedepankan diskusi secara bersahabat dan transparan, yang bertujuan untuk meningkatkan perdamaian, stabilitas, kemakmuran, serta kerja sama di wilayah Laut Tiongkok Selatan. (Red)